Thailand Pilihan Wisata Serba Murah - gayahidup.inilah.com

Written By Unknown on Rabu, 04 April 2012 | 00.37


Bangkok - Penerbangan AirAsia yang saya tumpangi terpaksa terlambat terbang 20 menit karena hujan deras mengguyur Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (3/3/2012) sore.
Pesawat Airbus ini mengangkut 200 penumpang dari Jakarta menuju ke Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, selama 3 jam 20 menit. Kebanyakan mereka adalah penumpang dari Indonesia yang sedang berlibur bersama keluarganya.
Pesawat mendarat dengan mulus di bandara baru ini. Dari Suvarnabhumi ada 90 penerbangan AirAsia setiap hari. Bandara modern ini penuh sesak dengan antrean penumpang. Sampai-sampai PM Yingluck Shinawatra meminta agar maskapai penerbangan murah seperti AirAsia dan Bangkok Air segera pindah saja ke bandara lama Don Mueang yang merupakan milik Angkatan Udara Kerajaan Thailand.
Bandara Suvarnabhumi menerbangkan 43 juta penumpang setiap tahunnya dan akibatnya juga nyata, terjadi penumpukan penumpang yang bukan alang kepalang. Apalagi beberapa konter imigrasi terkena dampak rehabilitasi bandara yang membuat penumpang berkeluh kesah.
Mereka diharuskan datang 3 jam lebih awal dari yang biasanya 2 jam sebelum kapal terbang lepas landas. Kalau telat, apa boleh buat, tiket harus dibuang ke tempat sampah dan harus beli tiket baru.
Bandara Soekarno Hatta termasuk lebih maju dalam pemrosesan keimigrasian. Di Cengkareng sudah tidak perlu mengisi formulir keberangkatan. Komputer Direktur Jenderal Imigrasi , Kementerian Kehakiman, sudah langsung memroses data yang tertera di paspor dan tiket penerbangan.
Di Suvarnabhumi para penumpangnya wajib mengisi formulir imigrasi secara manual. Hal ini banyak diprotes oleh para penumpang, terutama warga Thailand sendiri, karena lambannya pemrosesan keimigrasian.
Pesawat AirAsia yang saya tumpangi, mendarat pada pukul 21.20 waktu Bangkok (sama dengan Waktu Indonesia Barat). Tapi apa lacur? Pada jam 22.00 kemacetan total menghadang di jalan tol menuju Bangkok selama setengah jam. Bergeming di dalam jalan tol saja.
Taksi meter yang saya tumpangi adalah sebuah minivan buatan Indonesia, Toyota Kijang Innova. Mobil ini bisa mengangkut lima penumpang dengan lima koper besar di bagian belakang. Kami patungan dengan penumpang dari Jakarta, seorang ibu dan dua orang putera remajanya. Lumayan. Kami membayar 750 baht (sekitar Rp225 ribu) termasuk untuk bayar tol dan tip untuk sopir.
Kami tiba di sebuah hotel di kawasan sibuk Pratunam. Ternyata hotel ini memiliki kamar yang cukup besar. Ukurannya sekitar 6 x 3 meter, dengan bathtub dan handuk bersih. Tarifnya murah, 750 baht (sekitar Rp 225 ribu) semalam.
Kami sudah memesan hotel ini melalui internet. Booking tamu tidak otomatis mendebet kartu kredit namun membayar secara tunai ketika datang. Namun apabila tidak jadi datang, pihak hotel otomatis mendebet kartu kredit. Cukup adil dan nyaman.
Mereka yang sudah ke Thailand, pasti suatu saat ingin mengunjungi negeri eksotis nan murah ini. Sejak gonjang-ganjing politik ketika PM Thaksin berkuasa dan digulingkan pada 2006, harga-harga bermacam-macam barang dan jasa tidak mengalami kenaikan mencolok. Hotel-hotel di Thailand rata-rata memasang tarif yang berlaku pada 2006. Padahal, menurut peneliti hotel asal Amerika Serikat, seharusnya hotel-hotel di Thailand minimal sudah naik 25 persen.
Pemerintah dan swasta Thailand tahu menahan diri. Mereka mengutamakan volume turis yang masuk ke Thailand daripada mendongkrak harga-harga. Maka, ketika liburan sekolah mulai berlaku pekan ini, mungkin Thailand menjadi pilihan yang menarik di kawasan ASEAN. [mdr]

0 komentar:

Posting Komentar

 
berita unik